“ HAK PERLINDUNGAN KONSUMEN”
DOSEN
PENGAJAR:
SULASTRI
DISUSUN OLEH :
BAGAS LUQMAN TARA
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
2019/2020
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-NYA kepada kami
sehingga kami berhasil menyelesaikan Materi ini yang tepat pada waktunya
yang berjudul “ Hukum Perlindungan Konsumen ”.
Makalah ini berisikan tentang informasi tentang “Hukum Perlindungan Konsumen”. Diharapkan Materi ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua. Untuk itu saya berharap agar pembaca
dapat memakluminya tentang segala kekurangan yang ada dalam Materi ini.
Dan saya tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu
memberikan do’a, dukungan, penjelasan, dan terutama untuk :
1. Tuhan YME dengan rahmat-NYA, penulis dapat
menyelesaikan dan mempermudah pengerjaan makalah ini.
2. Ibu Sulastri selaku Dosen Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi
(Softskill).
3. Kedua Orang Tua, keluarga dan
teman-teman atas do’a serta dukungan dan motivasi yang telah diberikan kepada
saya.
Atas segala kekurangan dalam penyusunan Materi ini, saya sangat
mengharapkan kritikan, saran, dan pengarahan dari pembaca yang sifatnya
membangun demi perbaikan. Semoga bermanfaat.
Daftar Isi
Contents
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Di era globalisasi ini konsumen
seringkali dilanggar hak-haknya, seperti menerima barang tidak sesuai
ekspektasi, bahan baku barang yang buruk dan lain sebagainya. Oleh karena itu, masalah perlindungan
konsumen perlu diperhatikan. Penegakan hukum perlindungan konsumen sangat
diperlukan untuk menghilangkan berbagai dampak negatif yang timbul dalam
kegiatan jual beli.
1.2 Latar
Belakang
1. Apa itu Hukum Perlindungan Konsumen
2. Apa prinsip-prinsip Hukum Perlindungan Konsumen ?
3. Apa Asas- asas Perlindungan konsumen ?
4. Apa tujuan Hukum Perlindungan Konsumen?
Bab II
ISI
2.1 Pengertian Hukum
Perlindungan Konsumen
Hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas
–asas dan kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan
masalah penyediaan dan penggunaan produk konsumen antara penyedia dan
penggunaanya daam bermasyarakat Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, hukum
konsumen adalah : keseluruhan asas- asas dan kaidah – kaidah yang mengatur
hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk barang dan/atau jasa,
antara penyedia dan penggunaannya, dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan
batasan berikutnya adalah batasan hukum perlindungan konsumen, sebagai bagian
khusus dari hukum konsumen, dan dengan penggambaran masalah yang terlah
diberikan dimuka, adalah “keseluruhan asas- asas dan kaidah – kaidah yang
mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan
penggunaan produk konsumen antara penyedia dan penggunaannya, dalam kehidupan
bermasyarakat”.
2.2 Asas-
asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Adapun
asas – asas perlindungan konsumen sebagaimana Pasal 2 Undang undang 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen :
1) Asas manfaat, dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala
upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
sebesar – besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan;
2) Asas keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat
Indonesia diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen
dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara
adil;
3) Asas keseimbangan, dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam
arti materil maupun spiritual;
4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen, dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi
atau digunakan;
5) Asas kepastian hukum, dimaksudkan agar baik pelaku usaha
maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
2.3 Hubungan
Konsumen dan Pelaku Usaha
Prinsip
– prinsip tentang kedudukan konsumen dalam hubungan hukum dengan pelaku uahsa
berangkat dari doktrin atau teori yang muncul dalam perjalanan sejarah hukum
perlindungan konsumen, antara lain :
1. Let The Buyer Beware (caveat emptor)
Doktrin ini merupakan embrio dari lahirnya sengketa dibidang transaksi
konsumen. Asas ini berasumsi, pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang
sangat seimbang, sehigga tidak perlu proteksi apapun bagi konsumen. Di dalam
UUPK prinsip ini sudah tidak digunakan, namun sebaliknya menggunakan prinsip
kehati – hatian dari pelaku usaha atau yang disebut caveat venditor, hal
tersebut dapat dilihat dengan diatur dalam bab tersendiri mengenai perbuatan
yang di larang bagi pelaku usaha yang bertujuan agar pelaku usaha memiliki
rambu –rambu dalam melakukan usahanya.
2.
The Due Care Theory Doktrin atau prinsip ini menyatakan, pelaku usaha mempunyai
kewajiban untuk berhati – hati dalam meproduksi dan menyalurkan produk, baik
barang dan/atau jasa. Selama pelaku usaha berhati – hati dengan produknya maka
pelaku ushaa tidak dapat dipersalahkan. Prinsip ini sejalan dengan aturan
perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu Pasal 8 sampai Pasal 17 Undang
– Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
3. The Privity of Contract Prinsip in
menyatakan, pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi
hal itu dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin kontrak. Realitanya
sering ditemukan kontrak yang melemahkan posisi konsumen dengan mengalihkan tanggung
jawab pelaku usaha dengan kalusula – kalusula standartnya.
4.
Kontrak bukan syarat Melihat fenomena lemahnya posisi konsumen dalam prinsip
The Privity of Contact yang mensyaratkan kontrak sebagi dasar gugatan konsumen
kepada pelaku usaha yang merugikannya, maka lahirlah sebuah prinsip dimana
kontrak 30 bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu
hubungan hukum. Sekalipun ada pandangan yang menyatakan prinsip kontrak bukan
syarat hanya berlaku untuk objek transaksi berupa barang. Sebaliknya, kontrak
selalu dipersyaratkan untuk transaksi konsumen dibidang jasa.
2.4 Peran Pemerintah Sebagai Pembina
Hukum Perlindungan Konsumen
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 29
ayat 1 dinyatakan bahwa “Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan
penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen
dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha”.
Dalam Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan
Konsumen, disebutkan bahwa pembinaan perlindungan konsumen yang diselenggarakan
oleh pemerintah adalah sebagai upaya untuk menjamin diperolehnya hak konsumen
dan pelaku usaha serta dilakukannya kewajiban masing-masing sesuai dengan asas
keadilan dan asas keseimbangan kepentingan.Tugas pembinaan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen dilakukan oleh menteri atau menteri
teknis terkait. Menteri ini melakukan koordinasi atas penyelenggaraan
perlindungan konsumen. Beberapa tugas pemerintah dalam melakukan pembinaan
penyelenggaraan perlindungan konsumen telah dijabarkan dalam Peraturan.
2.5 Contoh Kasus Hak Perlindungan Konsumen
1.
Kasus Indomie Di taiwan
Kasus Indomie yang
mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan
pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang
terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid
(asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat
kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk
menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong,
dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk
dari Indomie.
Taiwan
menggunakan standar yang berbeda yang melarang zat mengandung Methyl
P-Hydroxybenzoate yang dilarang di Taiwan. Hal ini yang dijadikan pokok masalah
penarikan Indomie. Oleh karena itu akan dilakukan penyelidikan dan investigasi
yang lebih lanjut.Untuk menyikapi hal tersebut PT Indofood Sukses Makmur
mencantumkan segala bahan dan juga campuran yang dugunakan dalam bumbu produk
indomie tersebut sehingga masyarakat atau konsumen di Taiwan tidak rancu dengan
berita yang dimuat di beberapa pers di Taiwan.
Berdasarkan
rilis resmi Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan,
produk mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari
Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan
Indomie tidak berbahaya. [AdSense-B]
2.
Maraknya Penjualan Bakso
Celeng
Sebuah ruko yang dijadikan tempat produksi bakso oplosan daging
sapi dengan babi hutan di Pasar Citeureup, Kabupaten Bogor, digerebek
polisi, Minggu, 28 Mei 2017. Dari penggerebekan itu, polisi menyita barang
bukti berupa 46 kilogram (kg) daging babi hutan, daging ayam seberat 60 kg,
daging ayam yang sudah dicampur daging celeng seberat 4 kg, 1 unit penggilingan
daging kasar, 1 unit penggilingan daging halus, dan 1 buah freezer. Petugas juga menciduk 6 orang antara lain
Pranoto alias Noto pemilik usaha bakso oplosan, dan keempat karyawannya yaitu
Agus Isworo, Ujang, Imat, Marjianto. Kemudian Heri Setiawan, sebagai pembeli.
Penangkapan
berawal dari informasi masyarakat Bogor tentang adanya tempat usaha
bakso yang menggunakan bahan campuran daging babi hutan. Hasil
pemeriksaan sementara, Noti menjual bakso yang diproduksinya ke konsumen
seharga Rp 40 ribu sampai dengan Rp 50 ribu per kilogram. Harganya lebih murah
karena dicampur daging celeng. Meski terindikasi kuat melanggar hukum,
polisi belum menetapkan pemilik usaha bakso celeng ini sebagai tersangka.
3.
Bocornya data pengguna toko
pedia
sebanyak 91 juta data
pengguna dan lebih dari 7 juta data merchant Tokopedia kabarnya bocor dan
dijual di situs pasar gelap internet di dark web. Kumpulan data tersebut dijual
dengan harga 5.000 dollar AS atau sekitar Rp 74 jutaan. Tokopedia mengklaim
data sensitif seperti password pengguna tetap aman karena dilindungi mekanisme
proteksi. Begitu pula dengan informasi alat pembayaran seperti kartu kredit dan
debit yang terdaftar, serta Ovo. Meski demikian, pihak Tokopedia tak urung
meminta para penggunanya mengganti password secara berkala untuk mencegah
hal-hal yang tidak diinginkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 ANALISIS
Hukum perlindungan konsumen diciptakan
untuk mengatasi pelanggaran hak-hak konsumen. Karena banyak sekali vendor atau
penjual yang berlaku curang seperti kondisi barang yang tidak sesuai ekspektasi,
bahan baku baran yang buruk dan lain sebagainya. Sehingga pemerintah harus
ambil bagian untuk mengatasi hal ini seperti membuat sanksi tegas, kebijakan-
kebijakan yang adil dan lain sebagainya
BAB IV
KESIMPULAN
Kesadaran
produsen akan hak-hak konsumen juga sangat dibutuhkan agar tercipta harmonisasi
tujuan antara produsen yang ingin memperoleh laba tanpa membahayakan konsumen
yang ingin memiliki kepuasan maksimum. Pemerintah sebagai perancang, pelaksana
serta pengawas atas jalannya hukum dan UU tentang perlindungan konsumen
harus benar-benar memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi pada kegiatan
produksi dan konsumsi dewasa ini agar tujuan para produsen untuk mencari laba
berjalan dengan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan.
Daftar Pustaka :
·
Kurniawan,
Hukum Perlindungan Konsumen : Problematika Kedudukan dan Kekuatan Putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Universitas Brawijaya Press, 2011,
Hlm.42
·
Muhammad
Djakfar, Hukum Bisnis Membangun Wacana Integrasi Perundangan Nasional dengan
Syari’ah, (Yogyakarta : PT.LKIS Printing Cemerlang, 2009), Hlm. 355.
·
C.S.T Kansil, Christine
S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia,
(Jakarta : Sinar Grafika, 2004), Hlm. 214-216.
·
Zaeni Asyhadie, Hukum
Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta : PT.Raja Grafindo
Persada, 2014), Hlm. 192.
Comments
Post a Comment